PENGERTIAN BERKAT

PENGERTIAN BERKAT


Berkat atau barokah adalah sesuatu yang diinginkan oleh hampir semua hamba yang beriman, kerananya orang akan mendapat limpahan kebaikan dalam hidup.


Barokah bukanlah cukup & mencukupi saja, tapi barokah ialah bertambahnya ketaatanmu kepada الله dg segala keadaan yang ada, baik berlimpah atau sebaliknya.


Barokah itu : 

"Albarokatu tuziidukum fi thoah" (Barokah itu adalah yang menambah taatmu kepada الله)


Hidup yang barokah bukan hanya sihat, tapi kadang sakit itu justeru barokah sebagaimana Nabi Ayyub عليه السلام, sakitnya menambah taatnya kepada الله.


Barokah itu tak selalu panjang umur, ada yang umurnya pendek tapi dahsyat taatnya seperti  Mus'ab bin Umair.


Tanah yang barokah itu bukan kerana subur & panoramanya indah, kerana tanah yang tandus seperti Makkah punya keutamaan di hadapan الله tiada yg menandingi.


Makanan barokah itu bukan yang komposisi nutrien dan khasiatnya lengkap, tapi makanan itu mampu mendorong pemakannya menjadi lebih taat setelah makan.


Ilmu yg barokah itu bukan yang banyak riwayat & catatan kakinya, tapi yang barokah ialah yang mampu menjadikan seorang menitiskan peluh & darahnya dalam beramal & berjuang untuk agama الله.


Penghasilan barokah juga bukan gaji yg besar & bertambah, tapi sejauh mana ia dapat  menjadi jalan rezeki bagi yang lainnya & semakin banyak orang yang terbantu dengan penghasilan tersebut.


Anak yang barokah bukanlah saat kecil mereka lucu & comel atau setelah dewasa mereka sukses bergelar, mempunyai pekerjaan & jawatan hebat, tapi anak yg barokah ialah yang sentiasa taat kepada Rabb-Nya & kelak di antara mereka ada yang lebih solih & tak henti-hentinya mendo'akan kedua orang tuanya.


Semoga segala aktiviti kita hari ini barokah


 بَارَكَ اللهُ فِيْك


"Barang siapa yg mengajarkan satu ilmu dan orang tersebut mengamalkannya maka pahala bagi orang yang memberikan ilmu tersebut tanpa mengurangi pahala orang yang mengamalkan ilmu tersebut".


(HR.Bukhari Muslim)


SILA SHARE DAN SEBARKAN


IMAM IBNU HAJAR AL-ASQALANI

IMAM IBNU HAJAR AL-ASQALANI


Nama dan Nashab


Beliau bernama Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Muhammad bin Ali bin Mahmud bin Ahmad bin Hajar Al-Kannani Al-Asqalani Al-Mishri. (Lihat Nazhm Al-‘Uqiyaan Fi A’yaan Al-A’yaan, karya As-Suyuthi hal 45)


Gelar dan Kunyah Beliau


Beliau seorang ulama besar madzhab Syafi’i, digelari dengan ketua para qadhi, syaikhul islam, hafizh Al-Muthlaq (seorang hafizh secara mutlak), amirul mukminin dalam bidang hadist dan dijuluki syihabuddin dengan nama pangilan (kunyah-nya) adalah Abu Al-Fadhl. Beliau juga dikenal dengan nama Abul Hasan Ali dan lebih terkenal dengan nama Ibnu Hajar Nuruddin Asy-Syafi’i. Guru beliau, Burhanuddin Ibrahim Al-Abnasi memberinya nama At-Taufiq dan sang penjaga tahqiq.


Kelahirannya


Beliau dilahirkan tanggal 12 Sya’ban tahun 773 Hijriah/1372M dipinggiran sungai Nil di Mesir kuno. Tempat tersebut dekat dengan Dar An-Nuhas dekat masjid Al-Jadid. (Lihat Adh-Dahu’ Al-Laami’ karya imam As-Sakhaawi 2/36 no. 104 dan Al-badr At-Thaali’ karya Asy-Syaukani 1/87 no. 51).


Sifat beliau


Ibnu Hajar adalah seorang yang mempunyai tinggi badan sedang berkulit putih, mukanya bercahaya, bentuk tubuhnya indah, berseri-seri mukanya, lebat janggutnya, dan berwarna putih serta pendek kumisnya. Dia adalah seorang yang pendengaran dan penglihatan sihat, kuat dan utuh giginya, kecil mulutnya, kuat tubuhnya, bercita-cita tinggi, kurus badannya, fasih lisannya, lembut suaranya, sangat cerdas, pandai, pintar bersyair dan menjadi pemimpin dimasanya.


Pertumbuhan dan belajarnya


Ibnu Hajar tumbuh dan besar sebagai anak yatim, ayah beliau meninggal ketika ia berumur 4 tahun dan ibunya meninggal ketika ia masih balita. Ayah beliau meninggal pada bulam rajab 777 H. setelah berhaji dan mengunjungi Baitulmaqdis dan tinggal di dua tempat tersebut. Waktu itu Ibnu Hajar ikut bersama ayahnya. Setelah ayahnya meninggal beliau ikut dan diasuh oleh Az-Zaki Al-Kharubi (kakak tertua ibnu Hajar) sampai sang pengasuh meninggal.


Hal itu kerana sebelum meninggal, sang ayah berwasiat kepada anak tertuanya yaitu saudagar kaya bernama Abu Bakar Muhammad bin Ali bin Ahmad Al-Kharubi (wafat tahun 787 H.) untuk menanggung dan membantu adik-adiknya. Begitu juga sang ayah berwasiat kepada syaikh Syamsuddin Ibnu Al-Qaththan (wafat tahun 813 H.) karena kedekatannya dengan Ibnu Hajar kecil.


Ibnu Hajar tumbuh dan besar sebagai anak yatim piatu yang menjaga iffah (menjaga diri dari dosa), sangat berhati-hati, dan mandiri dibawah kepengasuhan kedua orang tersebut. Zaakiyuddin Abu Bakar Al-Kharubi memberikan perhatian yang luar biasa dalam memelihara dan memperhatikan serta mengajari beliau. Dia selalu membawa Ibnu Hajar ketika mengunjungi dan tinggal di Makkah hingga ia meninggal dunia tahun 787 H.


Pada usia lima tahun Ibnu Hajar masuk Al-Maktab (semacam sekolah rendah agama) untuk menghafal Alquran, di sana ada seorang guru yang bernama Syamsuddin bin Al-Alaf yang saat itu menjadi gabernor Mesir dan juga Syamsuddin Al-Athrusy. Akan tetapi, ibnu Hajar belum berhasil menghafal Alquran sampai beliau diajar oleh seorang ahli fakih dan pengajar sejati yaitu Shadruddin Muhammad bin Muhammad bin Abdurrazaq As-Safthi Al Muqri’. Kepada beliau inilah akhirnya ibnu Hajar dapat mengkhatamkan hafalan Alqurannya ketika berumur sembilan tahun.


Ketika Ibnu Hajar berumur 12 tahun ia ditunjuk sebagai imam shalat Tarawih di Masjidil Haram pada tahun 785 H. Ketika sang pengasuh berhaji pada tahun 784 H. Ibnu Hajar menyertainya sampai tahun 786 H. hingga kembali bersama Al-Kharubi ke Mesir. Setelah kembali ke Mesir pada tahun 786 H. Ibnu Hajar benAr-benar bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu, hingga beliau hafal beberapa kitab-kitab induk seperti Al-‘Umdah Al-Ahkaam karya Abdulghani Al-Maqdisi, Al-Alfiyah fi Ulum Al-Hadits karya guru beliau Al-Haafizh Al-Iraqi, Al-Haawi Ash-Shaghi karya Al-Qazwinir, Mukhtashar ibnu Al-Haajib fi Al-Ushul dan Mulhatu Al-I’rob serta yang lainnya.


Pertama kali ia diberikan kesenangan meneliti kitab-kitab sejarah (tarikh) lalu banyak hafal nama-nama perawi dan keadaannya. Kemudian meneliti bidang sastra Arab dari tahun 792 H. dan menjadi pakar dalam syair.


Kemudian diberi kesenangan menuntut hadits dan dimulai sejak tahun 793 H. namun beliau belum konsentrasi penuh dalam ilmu ini kecuali pada tahun 796 H. Diwaktu itulah beliau konsentrasi penuh untuk mencari hadits dan ilmunya.


Saat ketidakpuasan dengan apa yang didapatkan akhirnya Ibnu Hajar bertemu dengan Al-Hafizh Al-Iraqi yaitu seorang syaikh besar yang terkenal sebagai ahli fikih, orang yang paling tahu tentang madzhab Syafi’i. Disamping itu ia seorang yang sempurna dalam penguasaan tafsir, hadist dan bahasa Arab. Ibnu Hajar menyertai sang guru selama sepuluh tahun.


 Dan dalam sepuluh tahun ini Ibnu Hajar menyelanginya dengan perjalanan ke Syam dan yang lainnya. Ditangan syaikh inilah Ibnu Hajar berkembang menjadi seorang ulama sejati dan menjadi orang pertama yang diberi izin Al-Iraqi untuk mengajarkan hadits. Sang guru memberikan gelar Ibnu Hajar dengan Al-Hafizh dan sangat dimuliakannya. Adapun setelah sang guru meninggal dia belajar dengan guru kedua yaitu Nuruddin Al-Haitsami, ada juga guru lain beliau yaitu Imam Muhibbuddin Muhammad bin Yahya bin Al-Wahdawaih melihat keseriusan Ibnu Hajar dalam mempelajari hadits, beliau memberi saranan untuk perlu juga mempelajari fikih kerana orang akan memerlukan ilmu itu dan menurut firasat ulama didaerah tersebut akan habis sehingga Ibnu Hajar amat diperlukan.


Imam Ibnu Hajar juga melakukan rihlah (perjalanan tholabul ilmi) ke negeri Syam, Hijaz dan Yaman dan ilmunya matang dalam usia muda himgga majoriti ulama dizaman beliau mengizinkan beliau untuk berfatwa dan mengajar.


Beliau mengajar di Markaz Ilmiah yang banyak diantaranya mengajar tafsir di Al-madrasah Al-Husainiyah dan Al-Manshuriyah, mengajar hadits di Madaaris Al-Babrisiyah, Az-Zainiyah dan Asy-Syaikhuniyah dan lainnya. Membuka majlis Tasmi’ Al-hadits di Al-Mahmudiyah serta mengajarkan fikih di Al-Muayyudiyah dan selainnya.


Beliau juga memegang masyikhakh (semacam kepala para Syeikh) di Al-Madrasah Al-Baibrisiyah dan madrasah lainnya (Lihat Ad-Dhau’ Al-Laami’ 2/39).


Wafatnya


Setelah melalui masa-masa kehidupan yang penuh dengan kegiatan ilmiah dalam khidmah kepada ilmu dan berjihad menyebarkannya dengan beragam sarana yang ada. Ibnu Hajar jatuh sakit dirumahnya setelah beliau mengundurkan diri dari jabatannya sebagai qadhi pada tanggal 25 Jamadal Akhir tahun 852 H. Dia adalah seorang yang selalu sibuk dengan mengarang dan mendatangi majelis-majelis taklim hingga pertama kali penyakit itu menjangkit yaitu pada bulan Dzulqa’dah tahun 852 H. Ketika beliau sakit yang membawanya meninggal, ia berkata, “Ya Allah, bolehlah engkau tidak memberikanku kesihatan, tetapi janganlah engkau tidak memberikanku pengampunan.” Beliau berusaha menyembunyikan penyakitnya dan tetap menunaikan kewajibannya mengajar dan membacakan imla’.


Namun penyakit tersebut semakin bertambah parah sehingga para tabib dan penguasa (umara) serta para Qadhi bolak balik menjenguk beliau. Sakit ini berlangsung lebih dari satu bulan kemudian beliau terkena diare yang sangat parah dengan mengeluarkan darah. Imam As-Sakhaawi berkata, “Saya mengira Allah telah memuliakan beliau dengan mati syahid, karena penyakit ta’un telah muncul.  Kemudian pada malam sabtu tanggal 18 Dzulhijjah tahun 852 H. berselang dua jam setelah solat isya’, orang-orang dan para sahabatnya berkerumun didekatnya menyaksikan hadirnya sakaratul maut.”


Hari itu adalah hari musibah yang sangat besar. Orang-orang menangisi kepergiannya sampai-sampai orang non Muslim pun ikut meratapi kematian beliau. Pada hari itu pasar-pasar ditutup demi menyertai kepergiannya. Para pelayat yang datang pun sampai-sampai tidak dapat dihitung. Semua para pembesar dan pejabat kerajaan saat itu datang melayat dan bersama masyarakat yang banyak sekali menshalatkan jenazah beliau. Diperkirakan orang yang mensolatkan beliau lebih dari 50.000 orang dan Amirul Mukminin khalifah Al-Abbasiah mempersilahkan Al-Bulqini untuk menyalati Ibnu Hajar di Ar-Ramilah di luar kota Kairo. Jenazah beliau kemudian dipindah ke Al-Qarafah Ash-Shughra untuk dikubur di pekuburan Bani Al-Kharrubi yang berhadapan dengan masjid Ad-Dailami di antara makam Imam Syafi’i dengan Syaikh Muslim As-Silmi.


Sanjungan Para Ulama Terhadapnya


Al-Hafizh As-Sakhawi berkata, “Adapun pujian para ulama terhadapnya, ketahuilah pujian mereka tidak dapat dihitung. Mereka memberikan pujian yang tak terkira jumlahnya, namun saya berusaha untuk menyebutkan sebahagiannya sesuai dengan kemampuan.”


Al-Iraqi berkata, “Ia adalah syaikh, yang alim, yang sempurna, yang mulia, yang seorang muhhadits (ahli hadist), yang banyak memberikan manfaat, yang agung, seorang Al-Hafizh, yang sangat bertakwa, yang dhabit (dapat dipercaya perkataannya), yang tsiqah, yang amanah, Syihabudin Ahmad Abdul Fadhl bin Asy-Syaikh, Al-Imam, Al-Alim, Al-Auhad, Al-Marhum Nurudin, yang kumpul kepadanya para perawi dan syaikh-syaikh, yang pandai dalam nasikh dan mansukh, yang menguasai Al-Muwafaqat dan Al-Abdal, yang dapat membezakan antara rawi-rawi yang tsiqah dan dhaif, yang banyak menemui para ahli hadits,dan yang banyak ilmunya dalam waktu yang relatif pendek.” Dan masih banyak lagi Ulama yang memuji dia, dengan kepandaian Ibnu Hajar.

BALASAN MENINGGALKAN SOLAT

BALASAN MENINGGALKAN SOLAT


Diriwayatkan bahwa pada suatu hari Rasulullah ﷺ sedang duduk bersama para sahabat, kemudian datang pemuda Arab masuk ke dalam masjid dengan menangis.

Apabila Rasulullah ﷺ melihat pemuda itu menangis maka baginda pun berkata, “Wahai orang muda kenapa kamu menangis?”


Maka berkata orang muda itu, “Ya Rasulullah ﷺ, ayah saya telah meninggal dunia dan tidak ada kain kafan dan tidak ada orang yang hendak memandikannya.”


Lalu Rasulullah ﷺ memerintahkan Abu Bakar r.a. dan Umar r.a. ikut orang muda itu untuk melihat masalahnya. Setelah mengikut orang itu, maka Abu Bakar r.a dan Umar r.a. mendapati ayah orang mudah itu telah bertukar rupa menjadi babi hitam, maka mereka pun kembali dan memberitahu kepada Rasulullah ﷺ, “Ya Rasulullah ﷺ, kami lihat mayat ayah orang ini bertukar menjadi babi hutan yang hitam.”


Kemudian Rasulullah ﷺ dan para sahabat pun pergi ke rumah orang muda dan baginda pun berdoa kepada Allah S.W.T, kemudian mayat itu pun bertukar kepada bentuk manusia semula. Lalu Rasulullah ﷺ dan para sahabat menyembahyangkan mayat tersebut.

Apabila mayat itu hendak dikebumikan, maka sekali lagi mayat itu berubah menjadi seperti babi hutan yang hitam, maka Rasulullah ﷺ pun bertanya kepada pemuda itu, “Wahai orang muda, apakah yang telah dilakukan oleh ayahmu sewaktu dia di dunia dulu?”


Berkata orang muda itu, “Sebenarnya ayahku ini tidak mahu mengerjakan solat.” Kemudian Rasulullah ﷺ bersabda, “Wahai para sahabatku, lihatlah keadaan orang yang meninggalkan sembahyang. Di hari kiamat nanti akan dibangkitkan oleh Allah S.W.T seperti babi hutan yang hitam.”


Di zaman Abu Bakar r.a ada seorang lelaki yang meninggal dunia dan sewaktu mereka menyembahyanginya tiba-tiba kain kafan itu bergerak. Apabila mereka membuka kain kafan itu mereka melihat ada seekor ular sedang membelit leher mayat tersebut serta memakan daging dan menghisap darah mayat.


Lalu mereka cuba membunuh ular itu. Apabila mereka cuba untuk membunuh ular itu, maka berkata ular tersebut, “Laa ilaaha illallahu Muhammadu Rasulullah, mengapakah kamu semua hendak membunuh aku? Aku tidak berdosa dan aku tidak bersalah. Allah S.W.T yang memerintahkan kepadaku supaya menyeksanya sehingga sampai hari kiamat.”Lalu para sahabat bertanya, “Apakah kesalahan yang telah dilakukan oleh mayat ini?”. Berkata ular, “Dia telah melakukan tiga kesalahan, di antaranya :

- Apabila dia mendengar azan, dia tidak mahu datang untuk sembahyang berjemaah.

- Dia tidak mahu keluarkan zakat hartanya.

- Dia tidak mahu mendengar nasihat para ulama.


“ Biar mengemis di dunia, 

Jangan mengemis di akhirat”

هدايت كادابن


LAGENDA SUMPAHAN MAHSURI

LAGENDA SUMPAHAN MAHSURI Dikatakan, kisah Mahsuri yang sinonim dengan Pulau Langkawi, berlaku sekitar pemerintahan Sultan Abdullah Mukarram...